ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺑَﺮَﻛَﺎﺗُﻪ
Mentemen terkasih salah satu kewajiban kita dalam hablum minannas, terutama kepada sesama muslim (haqqul muslim alal muslim 1427) adalah memenuhi undangan.
Hadis riwayat Ibnu Umar ra. ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, Apabila kamu diundang untuk menghadiri walimah, maka hendaklah mendatanginya (810)*
Jadi menghadirinya undangan itu hukumnya wajib , kecuali kita jelas-jelas udzur atau ada halangan.
Bila kita yang memiliki hajat maka kita yang mengundang, hukumnya sunnah, baik acara resepsi nikahan, sunatan, selamatan atau syukuran, maka kita adakan walimahan itu mengundang orang-orang, baik keluarga, karib kerabat, saudara dan tetangga termasuk teman atau sahabat, rekanan atau relasi dekat maupun jauh, secara sukarela.
Walimahan ini hukumnya sunnah, artinya bila mampu mengadakan walimahan dalam suatu keperluan hajat, walaupun hanya dengan memotong kambing...
Yang dimaksud dengan sukarela (suka dan rela hati) mengundang orang-orang tersebut untuk menikmati hidangan walimah yang kita sediakan, tanpa tendensi komersial seperti kita pada umumnya, yang mengharapkan balasan atau dipulang dengan uang yang berlipat .
Alasan inilah yang mensikapi sebagian orang memilih dan memilah para undangan, sehingga undangan ini berlaku hanya untuk orang yang dianggap beruang atau paling tidak terpandang (yang dianggap mulia) di masyarakat pada akhirnya para fakir miskin atau duafa terlupakan bahkan terpinggirkan dan terabaikan, kadang mereka dianggap menjadi beban, dan merasa hina kalau dihadiri mereka.
Nampaknya undangan identik dengan komunitas yang setara dengan status sosialnya.
Padahal bila kita mengharap keberkahan dan keridlaan dan rahmat Allah maka jangan sampai melupakan apalagi meninggalkan orang orang lemah yaitu anak yatim dan duafa, sebagaimana peringatan Nabi pada 811
Hadis riwayat Abu Hurairah ra. ia berkata, Seburuk-buruk makanan ialah makanan walimah, bila undangannya hanya orang-orang kaya saja, sementara orang-orang yang miskin tidak diundang dan barangsiapa yang tidak memenuhi undangan, maka berarti dia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya
Demikian pula kita yang diundang masih timbang-timbang apakah datang atau mencari alasan untuk tidak datang, jadi walaupun hukumnya wajib dengan faktor tidak ada uang atau pakaian baru, karena udah usang bisa menjadi penghalang tidak datang.
Fenomena yang ada kita tidak bijak juga menghadiri undangan, suka memilih dan memilah serta membedakan siapa yang mengundang. Bila yang mengundangnya pejabat atau orang yang dipandang terhormat, antusias datang dan bila itu berupa resepsi pernikahan atau sunatan maka kita sediakan uang yang bukan hanya lumayan, sebab kalo kecil akan merasa malu dan sama halnya dengan tidak menghargai yang mengundang. Jadi orang kaya akan dapat uangnya lebih banyak.
Berbeda dengan undangan orang yang melarat (fakir miskin), kadang kitapun melupakan datang bahkan memberi amplop pun tidak besar dan beranggapan dengan uang yang kita berikan walaupun kecil juga dianggap besar...ya lumayan juga ketimbang lumanyun hehe, jadi dengan kemiskinannya makin terabaikan hingga terpinggirkan...patas kata lagu..yang kaya makin kaya ...yang miskin makin miskin. Itulah ujian dalam kehidupan.
Orang kaya akan menikmati kekayaannya sehingga hidup akan terasa nyaman dan terpenuhinya segala kebutuhan yang diinginkan sehingga merasa senang dan puas hati atas kesejahteraannya. Berbeda dengan orang miskin jangankan memenuhi keinginan memenuhi kebutuhan bahkan buat makanpun sering kekurangan bahkan bisa jadi puasa tanpa niat dan dia akan berhadapan dengan kesusahannya apapun yang diusahakanya akan menambah penderitaanya
1247 Hadis riwayat Abu Hurairah ra. ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, Ada lima kewajiban bagi seorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim; menjawab salam, mendoakan orang yang bersin, memenuhi undangan, menengok orang sakit dan mengiring jenazah