Bersungguh-sungguh
Allah Ta'ala
berfirman:
"Dan orang-orang yang berjihad dalam membela agama Kami,
maka pasti akan Kami tunjukkan mereka itu akan jalan Kami dan sesungguhnya
Allah itu beserta orang-orang yang berbuat kebaikan." (al-Ankabut: 69)
Allah Ta'ala
berfirman lagi:
"Dan sembahlah Tuhanmu sehingga datanglah keyakinan -
kematian - itu padamu." (al-Hijr: 99)
Lagi Allah
Ta'ala berfirman:
"Dan ingatlah akan nama Tuhanmu serta beribadatlah kepada-Nya dengan
sepenuh hati," yakni hentikanlah segala pemikiran, untuk semata-mata
menghadap kepadaNya." (al-Muzzammil: 8)
Allah Ta'ala
juga berfirman:
"Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat timbangan debu,
iapun pasti akan mengetahuinya." (az-Zalzalah: 7)
Juga Allah
Ta'ala berfirman:
"Dan apa saja - perbuatan baik - yang engkau sekalian berikan untuk
dirimu sendiri, nanti pasti akan engkau sekalian dapati di sisi Allah,
keadaannya adalah lebih baik dan lebih besar pahalanya dan mohonlah pengampunan
kepada Allah, sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang." (al-Muzzammil: 20)
Lagi firman
Allah Ta'ala:
"Dan apa saja kebaikan yang engkau sekalian kerjakan, maka
sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui." (al-Baqarah: 215)
Ayat-ayat
dalam bab ini banyak sekali dan dapat dimaklumi. Adapun Hadis-hadisnya ialah:
1. Dari Abu Hurairah r.a., katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya
Allah Ta'ala berfirman - dalam Hadis qudsi : "Barangsiapa memusuhi
kekasihKu, maka Aku memberitahu-kan padanya bahwa ia akan Kuperangi - Kumusuhi.
Dan tidaklah
seseorang hambaKu itu mendekat padaKu dengan sesuatu yang amat Kucintai lebih
daripada ia melakukan apa-apa yang telah Kuwajibkan padanya. Dan tidaklah
seseorang hambaKu itu mendekatkan padaKu dan melakukan hal-hal yang sunnah sehingga
akhirnya Aku mencintainya. Maka apabila Aku telah mencintainya, Akulah sebagai
telinganya yang ia gunakan untuk mendengar, Akulah matanya yang ia gunakan
untuk melihat, Akulah tangannya yang ia gunakan untuk mengambil dan Akulah
kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Andaikata ia meminta sesuatu padaKu,
pastilah Kuberi dan andaikata memohonkan perlindungan padaKu, pastilah
Kulindungi." (Riwayat Bukhari)
Makna lafaz Aadzantuhu,
artinya: "Aku (Tuhan) memberitahu-kan kepadanya (yakni orang yang mengganggu
kekasihKu itu) bahwa Aku memerangi atau memusuhinya, sedang lafaz Ista'aadzanii,
artinya "Ia memohonkan perlindungan padaKu. Ada yang meriwayatkan
dengan ba', lalu berbunyi Ista'aadza bii dan ada yang meriwayatkan
dengan nun, lalu berbunyi Ista'aadzanii.
Keterangan:
Yang perlu
kita resapkan dalam Hadis ini ialah:
(a) Di atas itu, Hadis Qudsi namanya.
(b) Kekasih Allah ialah orang yang amat taqwa
kepadaNya dan orang yang memusuhi kekasih Allah ini pasti akan rusak binasa
sebab dimusuhi oleh Allah.
(c) Jadi bila hendak mendekat pada Allah, lebih
dulu penuhilah kewajiban-kewajiban yang telah dipikulkan oleh Allah pada kita
itu,
(d) Maka kalau orang itu sudah benar-benar dekat pada
Allah semua pendengarannya, penglihatannya,pengambilannya dan perjalanannya
selalu diberi petunjuk oleh Allah sehingga cahaya Allah selalu ada di
kanan kirinya.
2. Kedua: Dari Anas r.a. dari Nabi s.a.w. dalam
sesuatu yang diriwayatkan dari Tuhannya 'Azzawajalla, firmanNya - ini juga
Hadis Qudsi :
"Jikalau
seseorang hamba itu mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya
sehasta dan jikalau ia mendekal padaKu sehasta, maka Aku mendekat padanya
sedepa. Jikalau hamba itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku
mendatanginya dengan bergegas-gegas." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Hadis yang
tercantum di atas itu adalah sebagai perumpamaan belaka, baik bagi Allah atau
bagi hambaNya. Jadi maksudnya ialah barangsiapa yang mengerjakan ketaatan
kepada Allah sekalipun sedikit, maka Allah akan menerima serta
memperlipat-gandakan pahalanya, juga pelakunya itu diberi kemuliaan olehNya
selama di dunia sampai di akhirat. Makin besar dan banyak ketaatannya, makin pula
besar dan bertambah-tambah pahalanya. Manakala cara melakukan ketaatan itu
dengan perlahan-lahan, Allah bukannya memperlahan atau memperlambatkan
pahalanya, tetapi bahkan dengan segera dinilai pahalanya itu dengan penilaian
yang luarbiasa tingginya.
Demikianlah
tujuan dan makna yang tersirat dalam isi Hadis tersebut. Wallahu A'lam
bish-shawaab.
3. Ketiga: Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: Rasulullah s.a.w.
bersabda:
"Ada
dua macam kenikmatan yang keduanya itu disia-siakan oleh sebagian besar manusia
yaitu kesihatan dan kelapangan waktu." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Lafaz Maghbuun
dalam Hadis di atas itu, asalnya dari kata Zhaban, yaitu membeli
sesuatu dengan harga yang melebihi batas dari harga yang semestinya dan
berlipat-lipat dari yang seharusnya dibayarkan, jadi yang sepatutnya dibeli
seratus rupiah, tiba-tiba dibeli dengan harga seribu rupiah. Juga Ghaban
itu dapat berarti menjual sesuatu dengan harga yang terlampau sangat rendahnya,
misalnya sesuatu itu dapat dijual dengan harga limapuluh rupiah, tetapi hanya
dijual dengan harga lima rupiah saja.
Orang
mukallaf yakni manusia yang sudah baligh lagi berakal oleh Rasulullah s.a.w.
diumpamakan sebagai seorang pedagang. Kesihatan tubuh dan kelapangan waktu
yakni waktu tidak ada pekerjaan apa-apa yang diumpamakan sebagai pokok harta atau
capital/modal untuk berdagang itu, sedang ketaatan kepada
Allah Ta'ala sebagai benda-benda yang diperdagangkan.
Namun
demikian sebagian besar ummat manusia tidak mengerti betapa pentingnya memiliki
dua macam kapital dan bingung untuk memilih apa yang hendak diperdagangkan itu,
padahal sudah jelas pokok kapitalnya ialah kesihatan dan kelapangan waktu dan
yang semestinya dikejar untuk mendapatkan keuntungan ialah membeli dagangan
yang akan dapat memberi keuntungan sebanyak-banyaknya. Bukankah ketaatan kepada
Allah itu akan menguntungkan sekali, baik di dunia atau di akhirat. Bukankah
itu pula yang menyebabkan akan dapat memperoleh laba yang besar sekali di sisi
Allah dan yang menjurus ke arah mendapat kebahagiaan. Tetapi semua itu
disia-siakan oleh sebagian besar ummat manusia sewaktu mereka hidup di dunia
ini.
Baharu orang
itu mengerti besarnya kenikmatan sihat dan lapang waktu itu, apabila telah sakit dan banyak kesibukan, sehingga banyak
kewajiban-kewajiban terhadap agama menjadi kocar-kacir dan terbengkalai atau
samasekali ditinggalkan. Semoga kita semua dilindungi oleh Allah dari hal-hal
yang sedemikian itu.
4. Keempat: Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Rasulullah s.a.w.
berdiri untuk beribadat dari sebagian waktu malam sehingga pecah-pecahlah kedua
tapak kakinya. Saya (Aisyah) lalu berkata padanya: "Mengapa Tuan berbuat
demikian, ya Rasulullah, sedangkan Allah telah mengampuni untuk Tuan dosa-dosa
Tuan yang telah lalu dan yang kemudian?"
Rasulullah
s.a.w. bersabda:
"Adakah aku tidak senang untuk menjadi seorang hamba yang banyak
bersyukurnya?" (Muttafaq 'alaih)
Ini adalah
menurut lafaz Bukhari dan yang seperti itu terdapat pula dalam kedua kitab
shahih - Bukhari dan Muslim - dari riwayat Mughirah bin Syu'bah.
Keterangan:
Dalam
mengulas apa yang dikatakan oleh Sayidah Aisyah radhiallahu 'anha bahwa
Rasuiullah s.a.w. itu sudah diampuni semua dosanya oleh Allah, baik yang
dilakukan dahulu atau belakangan, maka al-lmam Ibnu Abi Jamrah r.a. memberikan
uraiannya sebagai berikut:
"Sebenarnya
tiada seorangpun yang dalam hatinya terlintas suatu persangkaan bahwa dosa-dosa
yang diberitahukan oleh Allah Ta'ala yang telah diampuni yakni mengenai diri
Nabi s.a.w. itu adalah dosa yang kita maklumi dan yang biasa kita jalankan ini,
baik yang dengan sengaja atau cara apapun. Itu sama sekali tidak, sebab
Rasulullah s.a.w., juga semua nabiullah 'alaihimus shalatu wassalam itu adalah
terpelihara dan terjaga dari semua kemaksiatan dan dengan sendirinya tidak ada
dosanya samasekali (ma'shum minadz-dzunub). Semoga kita semua dilindungi oleh
Allah dari memiliki persangkaan yang jelas salahnya sebagaimana di atas.
Jadi
tujuannya hanyalah sebagai mempertunjukkan kepada seluruh ummat, betapa
besarnya kewajiban setiap manusia, yang di dalamnya termasuk pula Nabi Muhammad
s.a.w. untuk memaha agungkan, memaha besarkan kepadaNya serta senantiasa
mensyukuri kenikmatan-kenikmatanNya. Oleh sebab apa yang dilakukan oleh
manusia, bagaimanapun juga besar dan tingginya nilai apa yang diamalkannya itu,
masih belum memadai sekiranya dibandingkan dengan kenikmatan yang dilimpahkan
oleh Nya kepada manusia tersebut. Maka dari itu hak-hak Allah yang wajib kita
penuhi sebagai imbalan karuniaNya itu, masih belum sesuai dengan amalan baik
yang kita lakukan, sekalipun dalam anggapan kita sudah amat banyak sekali. Jadi
lemahlah kita untuk mengimbanginya dan itulah sebabnya, maka memerlukan adanya
pengampunan sekalipun tiada dosa yang dilakukan sebagaimana halnya Rasulullah
Muhammad serta sekalian para nabiNya 'alaihimus shalatu wassalam itu."
5. Kelima: Dari Aisyah radhiallahu 'anha juga bahwasanya ia berkata: "Rasulullah itu
apabila masuk hari
sepuluh, maka ia menghidup-hidupkan malamnya dan
membangunkan isterinya dan bersungguh-sungguh serta mengeraskan ikat
pinggangnya." Yang dimaksudkan ialah:
Hari sepuluh
artinya sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan - jadi antara tanggal 21
Ramadhan sampai habisnya bulan itu. Mi'zar atau izar dikeraskan ikatannya
maksudnya sebagai sindiran menyendiri dari kaum wanita - yakni tidak berkumpul dengan
isteri-isterinya, ada pula yang memberi pengertian bahwa maksudnya itu ialah
amat giat untuk beribadat. Dikatakan: Saya mengeraskan ikat
pinggangku untuk perkara ini, artinya: Saya bersungguh-sungguh melakukannya dan
menghabiskan segala Waktu untuk merampungkannya.
6. Keenam: Dari Abu Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Orang
mu'min yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang
mu'min yang lemah. Namun keduanya itupun sama memperoleh kebaikan.
Berlombalah
untuk memperoleh apa saja yang memberikan kemanfaatan padamu dan mohonlah
pertolongan kepada Allah dan janganlah merasa lemah. Jikalau engkau terkena
oleh sesuatu mushibah, maka janganlah engkau berkata: "Andaikata saya
mengerjakan begini, tentu akan menjadi begini dan begitu." Tetapi
berkatalah: "Ini adalah takdir Allah dan apa saja yang dikehendaki olehNya
tentu Dia melaksanakannya," sebab sesungguhnya ucapan
"andaikata" itu membuka pintu godaan syaitan." (Riwayat Muslim)
7. Ketujuh: Dan" Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya RasuluHah s.a.w.
bersabda:
"Ditutupilah
neraka dengan berbagai kesyahwatan/keinginan dan ditutupilah syurga itu dengan berbagai hal yang tidak disenangi."
(Muttafaq 'alaih)
Dalam sebuah
riwayat, dari Muslim disebutkan dengan menggunakan kata huffat
sebagai ganti kata hujibat, sedang artinya adalah sama, yaitu bahwa
antara seseorang dengan neraka (atau syurga) itu ada tabirnya, maka jikalau
tabir ini dilakukannya, tentulah ia masuk ke dalamnya.
8. Kedelapan: Dari Abu Abdillah, yaitu Hudzaifah bin al-Yaman al-Anshari
yang terkenal sebagai penyimpan rahasia Rasullah s.a.w., radhiallahu 'anhuma,
katanya: "Saya bersembahyang beserta Nabi s.a.w. pada suatu malam maka
beliau membuka - dalam rakaat pertama - dengan surat al-Baqarah. Saya berkata:
"Beliau ruku' pada ayat keseratus, kemudian berlalulah." Saya
berkata: "Beliau bersembahyang dengan bacaan tadi itu dalam satu rakaat,
kemudian berlalu."
Selanjutnya
saya berkata: "Beliau ruku' dengan bacaan di atas itu, kemudian membuka -
dalam rakaat kedua - dengan surat an-Nisa'lalu membacanya,kemudian membuka lagi
-sebagai lanjutan-nya - surat ali Imran, kemudian membacanya.
Beliau
s.a.w. membacanya itu dengan rapi sekali -tidak tergesa-gesa - jikalau melalui
ayat yang di dalamnya mengandung pentasbihan - memahasucikan -beliaupun
mengucapkan tasbih (subhanallah), jikalau melalui
ayat yang mengandung suatu permohonan, beliaupun memohon (Allahumma, ya Allah), jikalau melalui ayat yang menyatakan berta'awwudz -mohon perlindungan
kepada Allah dari sesuatu yang tidak baik, beliaupun berta'awwudz - mohon
perlindungan (Audzubillahi mindalik).
Kemudian
beliau s.a.w. ruku' dan di situ beliau mengucapkan: Subhana rabbtal 'azhim. Ruku'nya
adalah seumpama saja dengan berdirinya - yakni perihal lamanya hampir persamaan
belaka -selanjutnya beliau mengucapkan: Sami'allahu iiman hamidah. Rabbana
lakal hamd," lalu berdiri dengan berdiri yang lama mendekati ruku'nya
tadi. Seterusnya beliau bersujud lalu mengucapkan: Subhana rabbial a'la,
maka sujudnya itu
mendekati pula akan berdirinya -
tentang lama waktunya." (Riwayat Muslim)
9. Kesembilan: Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Saya bersembahyang
beserta Rasulullah s.a.w. pada suatu malam, maka beliau memperpanjangkan
berdirinya, sehingga saya bersengaja untuk melakukan sesuatu yang tidak
baik."
Ia ditanya:
"Dan apakah hal yang tidak baik yang engkau sengajakan itu?"
Ibnu Mas'ud
r.a. menjawab: "Saya bersengaja hendak duduk saja dan meninggalkan beliau
- tidak terus berma'mum padanya." (Muttafaq 'alaih)
10.
Kesepuluh: Dari Anas r.a. dari Rasulullah s.a.w., sabdanya:
"Mengikuti
kepada seseorang mayit (manusia bila meninggal) itu tiga hal,
yaitu keluarganya, hartanya serta amalnya. Kemudian kembalilah yang dua macam
dan tertinggallah yang satu. Kembalilah keluarga serta hartanya dan
tertinggallah amalnya." (Muttafaq 'alaih)
11. Kesebelas: Dari Ibnu Mas'ud r.a. katanya:
"Nabi s.a.w. bersabda: "Syurga
itu lebih dekat
pada seseorang di
antara engkau sekalian daripada
ikat terumpahnya, nerakapun demikian pula." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Maksud Hadis
di atas itu ialah bahwa untuk mencapai syurga atau neraka itu mudah sekali.
Jika seseorang ingin mendapatkan syurga tentulah wajib mempunyai kesengajaan (kesungguhan) yang benar,
melakukan ketaatan dan kebaktian kepada Allah, melaksanakan
semua perintah dan menjauht semua laranganNya, tetapi jika ingin memasuki
neraka, tentulah dengan jalan mengikuti apa saja yang menjadi kehendak
hawanafsu, menuruti kemauan syaitan dan melakukan apa saja yang berupa
kemaksiatan dan kemungkaran (semoga kita
dilindungi Allah dari siksa neraka itu).
12. Keduabelas: Dari
Abu Firas yaitu Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslami,
pelayan Rasulullah s.a.w.
dan ia termasuk pula
dalam golongan ahlussuffah - yakni kaum fakir miskin - r.a. katanya:
"Saya bermalam beserta Rasulullah s.a.w., kemudian saya mendatangkan
untuknya dengan air wudhu'nya serta hajatnya - maksudnya pakaian dan lain-lain.
Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Memintalah padaku!" Saya berkata:
"Saya meminta kepada Tuan untuk menjadi kawan Tuan di dalam syurga."
Beliau s.a.w. bersabda lagi: "Apakah tidak ada yang selain itu?" Saya
menjawab: "Sudah, itu sajalah." Beliau lalu bersabda: "Kalau
begitu tolonglah aku - untuk melaksanakan permintaanmu itu - dengan memaksa
dirimu sendiri untuk memperbanyak bersujud - maksudnya engkaupun harus pula
berusaha untuk terlaksananya permintaan tersebut
dengan jalan memperbanyak menyembah Allah." (Riwayat Muslim)
13. Ketigabelas:
Dari Abu Abdillah, juga dikatakan dengan nama Abu Abdir Rahman yaitu Tsauban,
hamba sahaya Rasulullah s.a.w. r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah
s.a.w. bersabda:
"Hendaklah
engkau memperbanyak bersujud, sebab sesungguhnya engkau tidaklah bersujud
kepada Allah sekali sujudan. melainkan dengannya itu Allah mengangkatmu
sederajat dan dengannya pula Allah menghapuskan satu kesalahan dari
dirimu." (Riwayat Muslim)
14. Keempatbelas:
Dari Abu Shafwan yaitu Abdullah bin Busr al-Aslami r.a., katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sebaik-baik
manusia ialah orang yang panjang usianya dan baik akhlak kelakuannya."
Diriwayatkan
oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
15. Kelimabelas:
Dari Anas r.a., katanya:
"Pamanku,
yaitu Anas bin an-Nadhr r.a. tidak mengikuti peperangan Badar, kemudian ia
berkata: "Ya Rasulullah, saya tidak mengikuti pertama-tama peperangan yang
Tuan lakukan untuk memerangi kaum musyrikin. Jikalau Allah mempersaksikan saya
-menakdirkan saya ikut menyaksikan - dalam memerangi kaum musyrikin - pada
waktu yang akan datang, niscayalah Allah akan memperlihatkan apa yang akan saya
perbuat.
Ketika pada
hari peperangan Uhud, kaum Muslimin menderita kekalahan, lalu Anas - bin
an-Nadhr - itu berkata: "Ya Allah, saya mohon keuzuran - pengampunan -
padaMu daripada apa yang dilakukan oleh mereka
itu - yang
dimaksudkan ialah kawan-kawannya karena
meninggalkan tempat-tempat yang sudah ditentukan oleh Nabi s.a.w. - juga
saya berlepas diri - maksudnya tidak ikut campurtangan - padaMu daripada apa
yang dilakukan oleh mereka - yang dimaksudkan ialah kaum musyrikin yang
memerangi kaum Muslimin.
Selanjutnya
iapun majulah, lalu Sa'ad bin Mu'az menemuinya. Anas bin an-Nadhr berkata:
"Hai Sa'ad bin Mu'az, marilah menuju syurga. Demi Tuhan yang menguasai
Ka'bah (Baitullah), sesungguhnya saya dapat menemukan bau harum syurga itu dari
tempat di dekat Uhud."
Sa'ad
berkata: "Saya sendiri tidak sanggup melakukan sebagaimana yang dilakukan
oleh Anas itu, ya Rasulullah."
Anas -
yang merawikan Hadis
ini yakni Anas
bin Malik kemanakan Anas
bin an-Nadhr -
berkata; "Maka kami
dapat menemukan dalam tubuh Anas bin an-Nadhr itu delapanpuluh buah
lebih pukulan pedang ataupun tusukan tombak ataupun lemparan panah. Kita
menemukannya telah terbunuh dan kaum musyrikin telah pula mencabik-cabiknya.
Oleh sebab itu seorangpun tidak dapat mengenalnya lagi, melainkan saudara
perempuannya saja, karena mengenal jari-jarinya."
Anas -
perawi Hadis ini - berkata: "Kita sekalian mengira atau menyangka
bahwasanya ayat ini turun untuk menguraikan hal Anas bin an-Nadhr itu atau
orang-orang yang seperti dirinya, yaitu ayat -yang artinya:
"Di antara kaum mu'minin itu ada beberapa orang yang menempati apa
yang dijanjikan olehnya kepada Allah," sampai seterusnya ayat tersebut. (Muttafaq
'alaih)
Lafaz Layuriannallah,
diriwayatkan dengan dhammahnya ya' dan kasrahnya ra', artinya: Niscayalah
Allah akan memperlihatkan yang sedemikian itu - apa-apa yang dilakukannya -
kepada orang banyak. Diriwayatkan pula dengan fathah keduanya - ya' dan ra'nya
-dan maknanya sudah jelas - yaitu: Niscayalah Allah akan melihat apa-apa yang dilakukan
olehnya. Jadi membacanya ialah: Layara-yannallah. Wallahu aiam.
Keterangan:
Anas bin
an-Nadhr r.a. mengatakan kepada Rasulullah s.a.w. bahwa dalam peperangan yang
pertama yakni perang Badar tidak ikut, kemudian dalam peperangan kedua, yakni
perang Uhud ikut menyertai pasukan ummat Islam melawan kaum kafirin dan
musyrikin. Kemudian ia berkata di hadapan Rasulullah s.a.w. sebagai janjinya,
andaikata ia mengikuti, niscaya Allah akan menampakkan apa yang hendak
dilakukan olehnya atau Allah pasti mengetahui apa yang hendak diperbuatnya.
Ia
mengatakan sebagaimana di atas itu setelah selesai perang Badar dan belum lagi
terjadi perang Uhud. Yang hendak diperbincangkan di sini ialah mengenai
kata-kata Anas tersebut berbunyi Maa ashna-'u, artinya: Apa-apa yang
akan saya lakukan. Mengapa ia tidak berkata saja: Aku akan bertempur
mati-matian sampai titik darah yang penghabisan, sebagaimana yang biasa
dikatakan oleh orang-orang di zaman kita sekarang ini. Nah, inilah yang perlu
kita bahas sekedarnya.
Al-lmam
al-Qurthubi dalam mengupas kata-kata Anas r.a. yaitu Maa ashna-'u itu
menjelaskan demikian:
Ucapan
Sayidina Anas r.a., juga sekalian para sahabat Rasulullah s.a.w. selalu
mengandung makna yang dalam. Anas r.a. misalnya, dalam menyatakan janjinya akan
mengikuti peperangan bila nanti terjadi peperangan lagi dengan hanya
mengatakan: Maa ashna-'u, itu mempunyai kandungan bermacam-macam,
umpamanya:
(a) Ia tidak memiliki sifat kesombongan dan
ketakaburan dan oleh sebab itu tidak mengatakan bahwa ia akan berjuang mati-matian
sampai hilangnya jiwa yang dimilikinya dan amat berharga itu. Orang yang
sombong itu umumnya tidak menepati janji yang diucapkan. Kadang-kadang baru
melihat musuh sudah lari terbirit-birit atau sebelum melihatnya saja sudah
tidak tampak hidungnya.
(b) Anas
r.a. sengaja memperkokohkan ucapannya sendiri dan benar-benar dipenuhi. Diri
dan jiwanya akan betul-betul dikurbankan untuk meluhurkan kalimat Allah yakni
agama Islam dengan jalan melawan musuh yang sengaja menyerbu negara dan hendak
melenyapkan agama yang diyakini kebenarannya itu.
(c) Ia hendak berusaha keras memenangkan
peperangan dan mencurahkan segala daya dan kekuatannya tanpa ada ketakutan
sedikitpun akan tibanya ajal, sebab setiap manusia pasti mengalami kematian,
hanya jalannya yang berbeda-beda.
(d) Ia takut kalau-kalau apa yang hendak
dilakukan nanti itu belum memadai apa yang diucapkan, sebab mengingat bahwa segala gerakan
hati dapat saja diubah-ubah
oleh Allah Ta'ala. Mungkin hari ini putih, tetapi besoknya sudah menjadi hitam. Itulah yang dikuatirkan
olehnya, sehingga semangatnya
yang asalnya menyala-nyala,
tiba-tiba mengendur tanpa disadari.
Selanjutnya
setelah terjadi perang Uhud ia menunjukkan perjuangan yang sebenar-benarnya,
sampai-sampai terciumlah olehnya bau-bauan dari syurga dan akhirnya ia gugur
sebagai pahlawan syahid fi-sabilillah. Untuk menegaskan janji Anas r.a. inilah
Allah Ta'ala berfirman dalam al-Quran:
Artinya:
"Di kalangan kaum mu'minin itu ada beberapa orang (seperti
sahabat Anas) yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah dan
sungguh-sungguh memenuhi janjinya itu. Diantara mereka ada yang menemui ajalnya
- sebagai pahlawan syahid - dan ada juga yang masih menanti-nantikan - yakni
ingin mendapatkan kematian syahid dan oleh sebab itu tidak mundur setapakpun
menghadapi musuh. Itulah orang-orang mu'min yang tidak berubah pendiriannya sedikitpun."
(al-Ahzab: 23)
16. Keenambelas:
Dari Abu Mas'ud yaitu 'Uqbah bin 'Amr al-Anshari al-Badri r.a., katanya:
"Ketika ayat sedekah turun, maka kita semua mengangkat sesuatu di atas
punggung-punggung kita -untuk memperoleh upah dari hasil mengangkatnya itu
untuk disedekahkan. Kemudian datanglah seseorang lalu bersedekah dengan sesuatu
yang banyak benar jumlahnya. Orang-orang sama berkata: "Orang itu adalah
sengaja berpamer saja - memperlihatkan amalannya kepada sesama manusia dan
tidak karena Allah Ta'ala melakukannya. Ada pula orang lain yang datang
kemudian bersedekah dengan barang sesha' - dari kurma. Orang-orang sama
berkata: "Sebenarnya Allah pastilah tidak memerlukan makanan sesha'nya
orang ini." Selanjutnya turun pulalah ayat - yang artinya:
"Orang-orang
yang mencela kaum mu'minin yang memberikan sedekah dengan sukarela dan pula
mencela orang-orang yang tidak mendapatkan melainkan menurut kadar kekuatan
dirinya," dan seterusnya ayat itu - yakni firmanNya: "Lalu mereka
memperolok-olokkan mereka. Allah akan memperolok-olokkan para pencela itu dan
mereka yang berbuat sedemikian itu akan memperoleh siksa yang pedih."
(at-Taubah: 79) (Muttafaq 'alaih)
Nuhamilu dengan
dhammahnya nun dan menggunakan ha' muhmalah, artinya ialah setiap orang dari
kita sekalian mengangkat di atas punggung masing-masing dengan memperoleh upah
dan upah itulah yang disedekahkannya.
17. Ketujuhbelas:
Dari Said
bin Abdul Aziz dari Rabi'ah bin Yazid dari Abu Idris al-Khawlani dari Abu Zar,
yaitu Jundub bin Junadah r.a. dari Nabi s.a.w., dalam sesuatu yang diriwayatkan
dari Allah Tabaraka wa Ta'ala, bahwasanya Allah berfirman - ini adalah Hadis Qudsi:
"Hai
hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku mengharamkan pada diriku sendiri akan
menganiaya dan menganiaya itu Kujadikan haram di antara engkau sekalian. Maka
dari itu, janganlah engkau sekalian saling menganiaya.
Wahai
hamba-hambaKu, engkau semua itu tersesat, kecuali orang yang Kuberi petunjuk.
Maka itu mohonlah petunjuk padaKu, engkau semua tentu Kuberi petunjuk itu.
Wahai
hamba-hambaKu, engkau semua itu lapar, kecuali orang yang Kuberi makan. Maka
mohonlah makan padaKu, engkau semua tentu Kuberi makanan itu.
Wahai
hamba-hambaKu, engkau semua itu telanjang, kecuali orang yang Kuberi pakaian.
Maka mohonlah pakaian padaKu, engkau semua tentu Kuberi pakaian itu.
Wahai
hamba-hambaKu, sesungguhnya engkau semua itu berbuat kesalahan pada malam dan
siang hari dan Aku inilah yang mengampunkan segala dosa. Maka mohon ampunlah
padaKu, pasti engkau semua Kuampuni.
Wahai
hamba-hambaKu, sesungguhnya engkau semua itu tidak dapat membahayakan Aku. Maka
andaikata dapat, tentu engkau semua akan membahayakan Aku. Lagi pula engkau
semua itu tidak dapat memberikan kemanfaatan padaKu. Maka andaikata dapat,
tentu engkau semua akan memberikan kemanfaatan itu padaKu.
Wahai
hamba-hambaKu, andaikata orang yang paling mula-mula - awal - hingga yang
paling akhir, juga semua golongan manusia dan semua golongan jin, sama bersatu
padu seperti hati seseorang yang paling taqwa dari antara engkau semua, hal itu
tidak akan menambah keagungan sedikitpun pada kerajaanKu.
Wahai hamba-hambaKu,
andaikata orang yang paling mula-mula - awal - hingga yang paling akhir, juga
semua golongan manusia dan semua golongan jin, sama bersatu padu seperti hati
seseorang yang paling curang dari antara engkau semua, hal itu tidak akan dapat
mengurangi keagungan sedikitpun pada kerajaanKu.
Wahai
hamba-hambaKu, andaikata orang yang paling mula-mula - awal - hingga yang
paling akhir, juga semua golongan manusia dan semua golongan jin, sama berdiri
di suatu tempat yang tinggi di atas bumi, lalu tiap seseorang meminta sesuatu padaKu dan tiap-tiap satu Kuberi menurut permintaannya
masing-masing, hal itu tidak akan mengurangi apa yang menjadi milikKu,
melainkan hanya seperti jarum bila dimasukkan ke dalam laut - jadi berkurangnya
hanyalah seperti air yang melekat pada jarum tadi.
Wahai
hamba-hambaKu, hanyasanya semua itu adalah amalan-amalanmu sendiri. Aku
menghitungnya bagimu lalu Aku memberikan balasannya. Maka barangsiapa
mendapatkan kebaikan, hendaklah ia memuji kepada Allah dan barangsiapa yang
mendapatkan selain itu, hendaklah jangan menyesali kecuali pada dirinya
sendiri."
Said
berkata: "Abu Idris itu apabila menceriterakan Hadis ini, ia duduk
di atas kedua lututnya." (Riwayat Muslim)
Kami juga
meriwayatkannya dari Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dan ia berkata:
"Tidak sebuahpun Hadis bagi ahli Syam yang lebih mulia dari Hadis
ini."
Keterangan:
Hadis yang
diriwayatkan oleh Nabi s.a.w. dan berasal dari Allah semacam Hadis di atas ini
juga Hadis no. 1 dan no. 18 disebut Hadis Qudsi (suci). Bedanya dengan
al-Quran ialah kalau al-Quran merupakan mu'jizat sedang Hadis Qudsi tidak. Lagi
pula hanya melulu membaca saja pada al-Quran itu sudah merupakan ibadat. Yang
penting kita perhatikan ialah:
(a)
Menganiaya itu adalah benar-benar besar dosanya dan doanya orang yang dianiaya
itu tidak akan ditolak oleh Allah yakni pasti dikabulkan sebagaimana sabda Nabi
s.a.w.:
"Takutlah pada doanya orang yang dianiaya, sekalipun ia itu kaf'ir
karena sesungguhnya saja tidak ada tabir yang menutup antara doa
orang itu dengan Allah."
(b) Semua dosa itu dapat diampuni oleh Allah
asal kita mohon ampun serta bertaubat kecuali syirik (menyekutukan Allah),
sebagaimana dalam al-Quran disebutkan:
"Sesungguhnya Allah tidak suka mengampuni katau Dia disekutukan dengan
lainNya dan Dia suka mengampuni yang selain itu pada orang yang dikehendaki
olehNya."
(c) Kalau kita taat pada Allah, melakukan semua
perintahNya, ini bukan berarti bahwa Allah butuh kita taati. Kita taat atau
tidak bagi Allah tetap saja. Maka bukannya kalau kita taat, Allah tambah mulia
atau kalau kita ingkar lalu Allah kurang kemuliaanNya. Itu tidak sama sekali.
Hanya saja Allah menyediakan tempat kesenangan (syurga) bagi orang yang taat
dan tempat siksa (neraka) bagi orang yang ingkar.
(d) Orang yang amat taqwa yang dimaksudkan dalam
Hadis ini ialah Nabi Muhammad s.a.w. dan yang paling curang itu ialah syaitan
(setan) sebab syaitan itu dahulunya bernama Izazil dan termasuk dalam golongan
jin.
(e) Begitu banyaknya air laut, kalau isinya hanya
dikurangi oleh jarum yang melekat di situ, maka kekurangan itu tidak berarti samasekali. Begitulah
perumpamaannya andaikata Allah mengabulkan semua permohonan makhlukNya
18. Dari Abul Abbas, yaitu Abdullah bin Abbas bin Abdul Muththalib,
radhiallahu 'anhuma dari Rasulullah s.a.w. dalam suatu uraian yang
diceriterakan dari Tuhannya Tabaraka wa Ta'ala - Hadis semacam ini disebut
Hadis Qudsi - bersabda:
"Sesungguhnya Allah Ta'ala itu mencatat semua kebaikan dan keburukan,
kemudian menerangkan yang sedemikian itu - yakni mana-mana yang termasuk
hasanah dan mana-mana yang termasuk sayyiah.
Maka barangsiapa yang berkehendak mengerjakan kebaikan, kemudian tidak jadi
melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah yang Maha Suci dan Tinggi sebagai
suatu kebaikan yang sempurna di sisiNya, dan barangsiapa berkehendak
mengerjakan kebaikan itu kemudian jadi melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah
sebagai sepuluh kebaikan di sisiNya, sampai menjadi tujuh ratus kali lipat,
bahkan dapat sampai menjadi berganda-ganda yang amat banyak sekali.
Selanjutnya barangsiapa yang berkehendak mengerjakan keburukan kemudian
tidak jadi melakukannya maka dicatatlah oleh
Allah Ta'ala sebagai suatu kebaikan yang sempurna di sisiNya dan
barangsiapa yang berkehendak mengerjakan keburukan itu kemudian jadi
melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah Ta'ala sebagai satu keburukan saja di
sisiNya." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Hadis di atas menunjukkan besarnya kerahmatan Allah Ta'ala kepada kita
semua sebagai ummatnya Nabi Muhammad s.a.w.
Renungkanlah wahai saudaraku. Semoga kami dan anda diberi taufik
(pertolongan) oleh Allah hingga dapat menginsafi kebesaran belas-kasihan Allah
dan fikirkanlah kata-kata ini.
Ada perkataan Indahuu (bagiNya), inilah suatu tanda kesungguhan Allah dalam
memperhatikannya itu.
Juga ada perkataan kaamitah (sempurna), ini adalah untuk mengokohkan
artinya dan sangat perhatian padanya.
Dan Allah berfirman di dalam kejahatan yang disengaja (di-maksud) akan
dilakukan, tetapi tidak jadi dilakukan, bagi Allah ditulis menjadi satu kebaikan
yang sempurna dikokohkan dengan kata-kata "sempurna". Dan kalau jadi
dilakukan, ditulis oleh Allah "satu kejahatan saja" dikokohkan dengan
kata-kata "satu saja" untuk menunjukkan kesedikitannya, dan tidak
dikokohkan dengan kata-kata "sempurna".
Maka bagi Allah segenap puji dan karunia. Maha Suci Allah, tidak dapat kita
menghitung pujian atasNya. Dan dengan Allah jualah adanya pertolongan.