Saturday 22 January 2011

SIAPAKAH YANG HARUS DIKASIHANI

---------- Forwarded message ----------
From: syamsul balda <syamsulbalda@yahoo.com>
Date: Sat, 22 Jan 2011 00:41:25 +0000
Subject: [teladan83] HIKMAH PAGI
To: Teladan83 <teladan83@googlegroups.com>

SIAPA SEBENARNYA YANG LAYAK DIKASIHANI ?


Sejak pagi hujan mengguyur kota tanpa henti, udara yang biasanya
sangat panas, hari ini terasa sangat dingin. Di jalanan hanya sesekali
mobil yang lewat, hari ini hari libur membuat orang kota malas untuk
keluar rumah.

Di perempatan jalan, Budi, seorang anak kecil berlari-lari menghampiri
mobil yang berhenti di lampu merah, dia membiarkan tubuhnya terguyur
air hujan, hanya saja dia begitu erat melindungi koran dagangannya
dengan lembaran plastik.

"Korannya bu ?" tawar Budi berusaha mengalahkan suara air hujan.

Dari balik kaca mobil si ibu menatap dengan kasihan, dalam hatinya dia
merenung anak sekecil ini harus berhujan-hujan untuk menjual koran.
Dikeluarkannya satu lembar dua puluh ribuan dari lipatan dompet dan
membuka sedikit kaca mobil untuk mengulurkan lembaran uang.

"Mau koran yang mana bu?" tanya Budi dengan riang.

"Nggak usah, ini buat kamu makan, kalau koran tadi pagi saya juga
sudah baca," jawab si ibu.

Si Budi kecil itu tampak terpaku, lalu diulurkan kembali uang dua
puluh ribu yang dia terima.

"Terima kasih bu, saya menjual koran, kalau ibu mau beli koran
silakan, tetapi kalau ibu memberikan secara cuma-cuma, mohon maaf saya
tidak bisa menerimanya?, Budi berkata dengan muka penuh ketulusan.

Dengan terkejut si ibu menerima kembali pemberiannya, raut mukanya
tampak kesal, dengan cepat dinaikkannya kaca mobil.
Dari dalam mobil dia menggerutu, "Sudah miskin sombong!".

Kakinya menginjak pedal gas karena lampu menunjukkan warna hijau,
meninggalkan Budi yang termenung penuh tanda tanya.

Budi kembali berlari lagi ketepi, dia mencoba merapatkan tubuhnya
dengan dinding ruko tempatnya berteduh.Tangan kecilnya sesekali
mengusap muka untuk menghilangkan butir - butir air yang masih
menempel.
Sambil termenung dia menatap nanar rintik - rintik hujan didepannya,

"Ya Allah, hari ini belum satupun koranku yang laku," gumamnya lemah.

Hari beranjak sore namun hujan belum juga reda, Budi masih saja duduk
berteduh di emperan ruko, sesekali tampak tangannya memegangi perut
yang sudah mulai lapar.
Tiba - tiba didepannya sebuah mobil berhenti, seorang bapak dengan
bersungut - sungut turun dari mobil menuju tempat sampah,
"Tukang gorengan sialan, minyak kaya gini bisa bikin batuk," dengan
penuh kesal dicampakkannya satu plastik gorengan ke dalam tong sampah,
dan beranjak kembali masuk ke mobil.

Budi dengan langkah cepat menghampiri laki - laki yang ada di mobil.

"Mohon maaf pak, bolehkah saya mengambil makanan yang baru saja bapak
buang untuk saya makan," pinta Budi dengan penuh harap.

Pria itu tertegun, luar biasa anak kecil didepannya. Harusnya dia bisa
saja mengambilnya dari tong sampah tanpa harus meminta ijin. Muncul
perasaan belas kasihan dari dalam hatinya.

"Nak, bapak bisa membelikan kamu makanan yang baru, kalau kamu mau."

"Terima kasih pak, satu kantong gorengan itu rasanya sudah cukup bagi
saya, boleh kan pak?" tanya Budi sekali lagi.

"Bbbooolehh..." jawab pria tersebut dengan tertegun.

Budi berlari riang menuju tong sampah, dengan wajah sangat bahagia dia
mulai makan gorengan, sesekali dia tersenyum melihat laki-laki yang
dari tadi masih memandanginya.

Dari dalam mobil sang bapak memandangi terus Budi yang sedang makan.
Dengan perasaan berkecamuk didekatinya Budi.

"Nak, bolehkah bapak bertanya, kenapa kamu harus meminta ijinku untuk
mengambil makanan yang sudah aku buang," dengan halus pria itu
bertanya dan menatap wajah anak kecil didepannya dengan penuh perasaan
kasihan.

"Karena saya melihat bapak yang membuangnya, saya akan merasakan
enaknya makanan halal ini kalau saya bisa meminta ijin kepada
pemiliknya, meskipun buat bapak mungkin sudah tidak berharga, tapi
bagi saya makanan ini sangat berharga, dan saya pantas untuk meminta
ijin memakannya," jawab si anak sambil membersihkan bibirnya dari sisa
minyak goreng.

Pria itu sejenak terdiam, dalam batinnya berkata, anak ini sangat luar biasa.

"Satu lagi nak, aku kasihan melihatmu, aku lihat kamu basah dan
kedinginan, aku ingin membelikanmu makanan lain yang lebih layak,
tetapi mengapa kamu menolaknya?"

Si anak kecil tersenyum dengan manis,
"Maaf pak, bukan maksud saya menolak rejeki dari Bapak. Buat saya
makan sekantong gorengan hari ini sudah lebih dari cukup. Kalau saya
mencampakkan gorengan ini dan menerima tawaran makanan yang lain yang
menurut Bapak lebih layak, maka sekantong gorengan itu menjadi
mubazir, basah oleh air hujan dan hanya akan jadi makanan tikus."

"Tapi bukankah kamu mensia-siakan peluang untuk mendapatkan yang lebih
baik dan lebih nikmat dengan makan di restoran dimana aku yang akan
mentraktir," ujar sang bapak dengan nada agak tinggi karena merasa
anak didepannya berfikir keliru.

Budi menatap wajah laki-laki didepannya dengan tatapan yang sangat teduh,

"Pak..., saya sudah sangat bersyukur atas berkah sekantong gorengan
hari ini. Saya lapar dan bapak mengijinkan saya memakannya dan saya
merasa berbahagia, bukankah bahagia adalah bersyukur dan merasa cukup
atas anugerah Allah hari ini..? Bukan menikmati sesuatu yang nikmat
dan hebat hari ini tetapi menimbulkan keinginan dan kedahagaan untuk
mendapatkannya kembali dikemudian hari..."

Budi berhenti berbicara sebentar, lalu tiba-tiba diciumnya tangan
laki-laki didepannya untuk berpamitan. Dengan suara lirih dan tulus
Budi melanjutkan kembali, "Kalau hari ini saya makan di restoran dan
menikmati kelezatannya dan keesokan harinya saya menginginkannya
kembali, sementara bapak tidak lagi mentraktir saya, maka saya sangat
khawatir apakah saya masih bisa merasakan kebahagiaannya..."

Pria tersebut semakin terpana, dia mengamati anak kecil didepannya
yang sedang sibuk merapikan koran dan kemudian berpamitan pergi.

"Ternyata bukan dia yang harus dikasihani, Harusnya aku yang layak
dikasihani, karena aku jarang bisa berdamai dengan hari ini..."

*******

HIKMAH :

Jika kita meletakkan kebahagiaan di luar diri kita, maka kita tidak
akan pernah merasa bahagia.

Kita tak memerlukan apa-apa untuk bahagia. Kebahagiaan ada dalam diri
kita sendiri, permasalahannya adalah kita sering kali mencari keluar
diri untuk menemukannya.

SELAMAT MENEMPUH HIDUP BAHAGIA, TEMAN...

*****
Powered by Telkomsel BlackBerry®

--
Community Portal: http://www.tnol.co.id


--
MisbaH مصباح
http://www.facebook.com/abah.misbah?ref=profile#/group.php?gid=187256475997&ref=mf,
Http://nandang-MisbaH.blogspot.com,
http://sv-se.facebook.com/people/Nandang_Misbah/1297993210,
http://www.teladan.org/misbah/weblog,
http://profiles.friendster.com/56013272,
وَٱللَّهُ يَدعُواْ إِلَى دَارِ ٱلسَّلَـمِ وَيَہدِى مَن يَشَاءُ إِلَى
صِرَطٍ مُّستَقِيم‎ ‎ ‎‏

Komentar
0 Komentar

0 komentar:

Post a Comment

.
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More