Monday 26 May 2008

(Identitas Muslim atau potret orang Islam)

Identitas Muslim Segala sesuatu ditandai dengan sifat dan ciri-ciri yang dimilikinya, sedemikian rupa sehingga satu dan lainnya tidak akan sama, meskipun satu spesis tetapi dia mempunyai perbedaan yang mencolok, demikian pula dalam pembicaraan agama, seseorang dikatakan baik dan tidak baik tentu ada perbedaan yang mencolok. Orang bilang rambut boleh sama hitamnya, akan tetapi hati manusia siapa yang tahu, Tidak sedikit orang mengenal Islam, akan tetapi masih banyak orang tidak tahu identitasnya (ciri-ciri Muslim=orang yang menganut agama Islam), Apapun Muslim yang dikenal dan dilihat oleh masyarakat adalah nampak sebagaimana pada lazimnya, seperti yang sering kita saksikan di mesjid-mesjid, di majelis-majelis atau di tempat pengajian, mereka menggunakan busana berjubah lengkap dengan serbannya, atau pecinya, dan perempuan berbusana dengan berjilbab paling tidak berkerudung, bahkan ketika seorang anak pergi ke mesjid tidak menggunakan sarung lalu mereka dikomplain bukan orang Islam, padahal semuanya itu asesoris dan model berbusana, hal ini bisa saja terjadi ketika orang masih punya anggapan bahwa beginilah Muslim (orang Islam), termasuk ada sebagian yang mengatasnamakan umat islam berpakaian seperti di atas dengan alasan jihad lalu memerangi dan menteror orang yang bukan golongannya. Entah kebetulan atau suatu pembuktian, dimana ustadz yang dikenal sebagai pendakwah atau ceramah tiap kali pengajian notabene selalu berpakaian sarung, kemeja taqwa dan lengkap selendang serban dengan kopiahnya, akan tetapi pada waktu bukan gilirannya, dia datang sebagai mustami dan tidak lagi berpakaian sebagaimana biasanya, sehingga para hadirin dan mustami tidak lagi mengenal bahwa itu ustadz mereka... Suatu ketika, di lain kampung terjadi di sebuah majelis pengajian...seorang ustadz berkata...bahwa seseorang dikatakan bertakwa klo dia mau memelihara jenggotnya, hal ini telah dicontohkan oleh nabi, maka takwa sesorang bergantung dari jenggotanya, artinya semakin panjang jenggotnya, orang itu dianggap sudah tinggi ketakwaannya.... Dari penerangan tadi hening tak ada suara yang membantah...begitu patuhnya mustami terhadap seorang ustadz, semua ikut menyimak...lalu terdengarlah si pulan berkata kepada ustadznya....Pak ustadz saya punya kambing yang janggotnya sudah panjang...berarti kambing saya itu sudah lebih takwa dari pada saya...(ustad tersentak dan terdiam tanpa komentar sejenak) Ada sebagian orang tua di desa yang menganggap musik dangdut itu haram, konon yang membawakannya inul dengan gaya ngebornya, termasuk blues, rock jazz, dan lain sebagainya yang diimpor dari luar negeri, kecuali yang dianggap mereka islami seperti kasidahan, rebana atau gambus, akan tetapi dalam era globalisasi ini, dunia luar yang dikatakan jauh dengan biaya yang mahal kalo kita jelajahi, sekarang bisa kita saksikan di layar monitor, atau hp dan ternyata tidak jauh dan mudah diakses sehingga apa yang dikatakan islami, ternyata tidak berbeda dengan apa yang biasa nampak di desa-desa, Dalam sebuah dakwahnya ada seorang ustadz membahas tentang sedekah... ”hadirin tidak dikatakan beramal bilama kita memberi sedekah yang jelek, oleh karena itu memberi harus apa yang kita cintai”.... konon anaknya yang ikut menyimak ceramah tadi spontas dan tidak pikir panjang lebar, dia ingat akan peliharaan yang dicintai ayahnya, yaitu si ”pelung”....lantas dipotong dan masakannya disedekahkan ke tetanngganya..... Keesokan harinya saat makan bersama tersedia tulang belulang pasakan anaknya...sang ayah bertanya...kok hari ini tidak dengar suara kokok si pelung nak...lalu anaknya menjawab...ya tidak berkokok lagi yah, udah kita makan....ayah heran ...”lah kenapa dipotong dan yang dimakan cuma tulangnya, itu peliharaan ayah satu-satunya yang dicintai”....sang anak menjawab dengan kalem...bukan ayah sendiri yang berdakwah begitu....”bukankah harus memberi apa yang kita cintai”..sementara kami tahu bahwa ayah cinta si pelung, maka kami potong dan dibagikan ke tetangga... Dengan kekecewaannya itu ayah menjelaskan maksud dari dakwahnya...”itukan untuk mustami supaya mereka berbuat yang terbaik untuk kita...bukan kita mengasih mereka”..... Dalam sebuah mushola terdapat jamaah sedang melakukan sholat, entah lupa yang dibaca imam atau ragu...ber-ulang2 membaca ...inna .....inna ....inna ... makmum dibelakang spontan menyahut ... inna lillahi wa inna ilaihi rajiun... yang disampingnya mengingatkan dengan isyarat, maksudnya ”ga boleh dalam shalat ada gerakan lain termasuk bicara”... kemudian yang lainnya tahu keadaan begitu lantas ngasih tahu dan bicara ”kamu ga boleh bicara, batal itu”... yang lainpun ikut bicara ”kamu juga ga boleh ngomong, sama aja batal juga”..terus saling mengingatkan...sampai kepada makmum yang terakhir dan dia bilang ”untung gua gak ngomong”.... Orang asing segitu susahnya mo tidur, sampai harus minum obat segala, tetapi sebagian dari umat islam begitu mudahnya, walaupun bukan di kamar tidur, tanpa springbed lagi...ketika khatib berwasiat.... ”hadirin jamaah jumat rahimakumullah... bahwa amal itu terbagi dua, yaitu ada amal yang baik dan ada pula yang buruk... oleh karena itu ambil yang baik2 saja dan tinggalkan yang jelek2nya” sebagian dari jamaah ada yang manggut-manggut seakan sudah faham dan tahu permasalahan... dan ada sebagian mendengar sambil ngantuk dan ada juga yang lelap bagai dinina bobokan. Akhir cerita, setelah shalat imam baca doa ”Allahumma antassalam...”..rupanya cepat2 keluar bukannya ikut baca doa malah... Allahumma lantaas jalan....dipilihnya salah satu sepatu yang paling baik lalu dipakainya... Tentu saja yang lain teriak...pa..pa..pa ini bukan hak sampeyan kok main ambil saja... lah ini saya ngamalin wasiat khatib tadi, ”ambil yang baik2 aja dan tinggalkan yang jelek”, ”kebetulan sendal jepit saya dah jelek pa..”... Seorang pedagang mulai mengeluh karena semakin banyak datang pesaingnya, sehingga omset dia berkurang, akhirnya gundah gulana, tidak bisa menerima dan pengen meningkatkan yang lebih baik, tetapi dia belum tahu caranya, sehingga dia datanglah kepada orang pintar yang menurut kaumnya punya ilmunya, kemudian si pedagang tadi menuturkan permasalahanya dan minta supaya omsetnya bertambah banyak. Kemudian orang pintar memberi bacaan yang harus diamalkan oleh pedagang itu ”yakatimu....yakaliru....yakatipu..” dan ternyata daganganya habis ... tertipu dan merugi terus karena keliru perhitungannya dan akhirnya bangkrut. Seorang hartawan dengan senang dan bangga telah sering melakukan haji dan umrah hampir tiap tahun ke tanah suci....suatu saat datanglah orang berhajat kepadanya dan mengutarakannya...”pa haji mohon tolong saya ”apa bisa pak haji pinjami uang sebesar tiga juta, kebetulan istri mo melahirkan, tetapi harus disesar dengan biaya yang tidak sedikit”.,.. ”klo begitu melahirkan biasa aja kenapa”...kata pa haji dengan muka yang ketus...lalu si pulan bicara lagi ”justru itu pa solusi terahir harus menjalani sesar”. ”Kamu klo memang ga punya duit jangan disesar”, ”lagi pula klo mau, harusnya kamu menabung dari awal sehingga sudah waktunya kamu ada untuk biaya dokter dan rumah sakit”....Pa saya bagaimana menabung penghasilan saya cuma lima ribu, sementara kebutuhan makanpun lebih dari lima ribu sehari. Lantas bagaimana kamu mo pinjam uang sementara kamu gak bisa bayar” Inilah potret umat Islam, tetapi apakah ini identitas Muslim, hanya teman2 yang tahu jawabannya.... --------------------mutiara kata..................................................................................... "Kalau rizki itu di tangan ALlah, kenapa engkau ikut campur? Kalau Allah sudah menjanjikan ganti yang lebih baik, kenapa engkau bakhil?? Kalau sesungguhnya surga itu benar adanya, kenapa engkau masih beristirahat? Kalau sesungguhnya neraka itu benar adanya, kenapa engkau bermaksiat? Kalau sesungguhnya pertanyaan Munkar Nakir itu benar adanya, kenapa engkau masih disibukkan oleh aib orang lain? Kalau sesungguhnya dunia ini fana, kenapa engkau tenang di dalamnya? Kalau sesungguhnya "hisab" benar adanya, kenapa engkau terus mengumpulkan (dosa-dosa)? Kalau sesungguhnya segala sesuatu terjadi karena qodho dan qodar-Nya, kenapa engkau takut?" (Imam Ahmad bin Hambal)

Komentar
0 Komentar

0 komentar:

Post a Comment

.
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More