Monday 22 November 2010

cinta kpd rasul

Hakikat Cinta kepada
Rasulullah Kategori Aqidah | 20-11-2010 | Belum ada komentar Sunnah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, yang berarti
segala sesuatu yang
bersumber dari
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, baik ucapan, perbuatan
maupun penetapan
beliau shallallahu 'alaihi wa sallam [1], memiliki kedudukan yang
sangat agung dalam
Islam, karena Allah
Subhanahu wa Ta 'ala menjadikan sunnah
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam sebagai penjelas dan
penjabar dari al-Qur'an yang mulia, yang
merupakan sumber
utama syariat Islam.
Oleh karena itu, tanpa
memahami sunnah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan baik,
seseorang tidak
mungkin dapat
menjalankan agama
Islam dengan benar. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman, اَنْلزنَأَو َكْيَلِإ َرْكِّذلا َنِّيَبُتِل ِساَّنلِل
اَم َلزن ْمِهْيَلِإ ْمُهَّلَعَلَو َنوُرَّكَفَتَي "Dan Kami turunkan
kepadamu al-Qur'an, agar kamu
menerangkan kepada
manusia apa yang
telah diturunkan
kepada mereka (dari
Allah Subhanahu wa Ta'ala), supaya mereka memikirkan." (Qs. an- Nahl:
44). Ketika Ummul
mukminin 'Aisyah radhiallahu 'anha ditanya tentang akhlak
(tingkah laku)
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, beliau menjawab, "Sungguh, akhlak Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam adalah al-
Qur'an."[2] Ini berarti, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang
yang paling sempurna
dalam memahami dan
mengamalkan isi al-
Qur'an, menegakkan hukum-hukumnya dan
menghiasi diri dengan
adab-adabnya. [3] Maka, orang yang
paling sempurna dalam
memahami dan
mengamalkan sunnah
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, dialah yang paling sempurna
dalam berpegang teguh
dan mengamalkan al-
Qur'an dan agama Islam secara
keseluruhan. Imam Ahmad bin
Hambal –semoga Allah Ta'ala merahmatinya – berkata, "(Termasuk) landasan (utama)
sunnah (syariat Islam)
menurut (pandangan)
kami (Ahlus Sunnah
wal Jama'ah) adalah bahwa sunnah
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam adalah penafsir dan
argumentasi (yang
menjelaskan makna) al-
Qur'an."[4] Oleh karena itulah, para
ulama Ahlus Sunnah
wal Jama'ah mendefinisikan sunnah
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam sebagai sesuatu yang
mencakup syariat Islam
secara keseluruhan,
baik ucapan, perbuatan
maupun keyakinan. [5] Imam Abu Muhammad
al-Barbahari[6] berkata, "Ketahuilah, bahwa Islam itu adalah sunnah
dan sunnah itu dialah
Islam, yang masing-
masing dari keduanya
tidak akan tegak tanpa
ada yang lainnya. "[7] Arti mencintai dan
mengagungkan sunnah
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam yang sebenarnya Allah 'Azza wa Jalla berfirman, ْلُق
ْنِإ ْمُتْنُك َنوُّبِحُت َهَّللا يِنوُعِبَّتاَف ُمُكْبِبْحُي ُهَّللا
ْرِفْغَيَو ْمُكَل ْمُكَبوُنُذ ُهَّللاَو ٌروُفَغ ٌميِحَر "Katakanlah,
Jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, maka ikutilah
(sunnah/petunjuk)ku,
niscaya Allah
mencintaimu dan
mengampuni dosa- dosamu, Allah Maha
Pengampun lagi Maha
Penyayang. " (Qs. Ali 'Imran: 31). Imam Ibnu Katsir,
ketika menafsirkan
ayat ini berkata, "Ayat yang mulia ini
merupakan hakim
(pemutus perkara) bagi
setiap orang yang
mengaku mencintai
Allah, akan tetapi dia tidak mengikuti jalan
(sunnah) Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, maka dia
adalah orang yang
berdusta dalam
pengakuan tersebut
dalam masalah ini,
sampai dia mau mengikuti syariat dan
agama (yang dibawa
oleh) Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam dalam semua
ucapan, perbuatan dan
keadaannya. "[8] Imam al-Qadhi 'Iyadh al-Yahshubi berkata,
"Ketahuilah, bahwa barangsiapa yang
mencintai sesuatu,
maka dia akan
mengutamakannya dan
berusaha
meneladaninya. Kalau tidak demikian, maka
berarti dia tidak
dianggap benar dalam
kecintaanya dan hanya
mengaku-aku (tanpa
bukti nyata). Maka orang yang benar
dalam (pengakuan)
mencintai Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam adalah jika
terlihat tanda (bukti)
kecintaan tersebut
pada dirinya. Tanda
(bukti) cinta kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang utama adalah (dengan)
meneladani beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam, mengamalkan
sunnahnya, mengikuti
semua ucapan dan
perbuatannya,
melaksanakan segala
perintah dan menjauhi larangannya, serta
menghiasi diri dengan
adab-adab (etika) yang
beliau (contohkan),
dalam keadaan susah
maupun senang dan lapang maupun
sempit."[9] Berdasarkan
keterangan di atas,
jelaslah bahwa
mencintai dan
mengagungkan sunnah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang sebenarnya adalah
dengan meneladani
petunjuk dan sunnah
beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, dengan
berusaha mempelajari
dan mengamalkannya
dengan baik. Dan
bukanlah mencintai dan
mengagungkan sunnah Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dengan melakukan
perbuatan-perbuatan
bid'ah[10] dengan mengatasnamakan
cinta kepada beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam, atau memuji
dan mensifati beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam secara
berlebihan, dengan
menempatkan beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam melebihi
kedudukan yang telah
Allah Subhanahu wa
Ta'ala tempatkan beliau padanya. [11] Dalam sebuah hadits
shahih, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Janganlah kalian memuji diriku secara
berlebihan dan
melampaui batas,
sebagaimana orang-
orang nasrani
melampaui batas dalam memuji (Nabi Isa) bin
Maryam, karena
sesungguhnya aku
hanyalah seorang
hamba Allah, maka
katakanlah: hamba Allah dan Rasul-
Nya. "[12] Inilah makna cinta
kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam yang dipahami
dan diamalkan oleh
generasi terbaik umat
ini, para sahabat
radhiallahu 'anhum. Anas bin Malik
radhiallahu 'anhu berkata, "Tidak ada seorangpun yang
paling dicintai oleh para
sahabat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam melebihi beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam, akan tetapi jika
mereka melihat beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka tidak
berdiri (untuk
menghormati beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam), karena mereka
mengetahui bahwa
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam membenci perbuatan
tersebut."[13] Bagaimana
menyempurnakan cinta
kepada sunnah Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam dalam diri kita? Imam Ibnu Rajab al-
Hambali membagi
derajat (tingakatan)
cinta kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi dua
tingakatan, yang berarti
dengan
menyempurnakan dua
tingkatan ini seorang
akan memiliki kecintaan yang sempurna kepada
sunnah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, yang ini
merupakan tanda
kesempurnaan iman
dalam dirinya. Dua tingkatan tersebut
adalah: 1- Tingkatan yang fardhu (wajib), yaitu
kecintaan (kepada
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam) yang mengandung
konsekuensi menerima
dan mengambil semua
petunjuk yang dibawa
oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dari sisi Allah
dengan (penuh rasa)
cinta, ridha, hormat dan
patuh, serta tidak
mencari petunjuk dari
selain jalan (sunnah) beliau shallallahu 'alaihi wa sallam secara utuh.
Kemudian, mengikuti
dengan baik agama
yang beliau shallallahu
'alaihi wa sallam sampaikan dari Allah,
dengan membenarkan
semua berita yang
beliau sampaikan,
manaati semua
kewajiban yang beliau perintahkan,
maninggalkan semua
perbuatan haram yang
dilarangnya, serta
menolong dan berjihad
(membela) agamanya, sesuai dengan
kemampuan unutk
(mengahadapi) orang-
orang yang
menentangnya.
Tingkatan ini harus dipenuhi (oleh setiap
muslim) dan tanpanya
keimanan (seseorang)
tidak akan sempurna. 2- Tingkatan fadhl (keutamaan/ kemuliaan), yaitu
kecintaan (kepada
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam) yang mengandung
konsekuensi
meneladani beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam dengan baik,
mengikuti sunnah
beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dengan
benar, dalam tingkah
laku, adab (etika),
ibadah-ibadah sunnah
(anjuran), makan,
minum, pakaian, pergaulan yang baik
dengan keluarga, serta
semua adab beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam yang sempurna
dan akhlak beliau yang
suci. Demikian juga
memberikan perhatian
(besar) untuk
memahami sejarah dan perjalanan hidup beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam, rasa senang
dalam hati dengan
mencintai,
mengagungkan dan
memuliakan beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam, senang
mendengarkan ucapan
(hadits) beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam, dan selalu
(mendahulukan)
ucapan beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam di atas ucapan
selain beliau. Dan
termasuk yang paling
utama dalam tingkatan
ini adalah meneladani
beliau shallallahu 'alaihi wa sallam sikap zuhud
beliau terhadap dunia,
mencukupkan diri
dengan hidup
seadanya (sederhana)
di dunia, dan kecintaan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam kepada
(balasan yang
sempurna) di akhirat
(kelak)."[14] Keutamaan mengikuti
sunnah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman, ْدَقَل َناَك ْمُكَل يِف ِلوُسَر ِهَّللا ٌةَوْسُأ
ٌةَنَسَح ْنَمِل َناَك وُجْرَي َهَّللا َمْوَيْلاَو َرِخآلا َرَكَذَو
َهَّللا اًريِثَك "Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu teladan
yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat)
Allah dan (balasan kebaikan pada) hari
kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. " (Qs. al-Ahzaab: 21). Ayat yang mulia ini
menunjukkan
kemuliaan dan
keutamaan besar
mengikuti sunnah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena Allah
Subhanahu wa Ta 'ala sendiri yang
menamakan semua
perbuatan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai "teladan yang baik ", yang ini
menunjukkan bahwa
orang yang meneladani
sunnah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam berarti dia telah
menempuh ash-
shirathal mustaqim
(jalan yang lurus) yang
akan membawanya
mendapatkan kemuliaan dan rahmat
Allah 'Azza wa Jalla. [15] Ketika menafsirkan
ayat ini, Imam Ibnu
Katsir berkata, "Ayat yang mulia ini
merupakan landasan
yang agung dalam
meneladani Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dalam semua
ucapan, perbuatan dan
keadaan beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam ."[16] Kemudian firman Allah
Subhanahu wa Ta 'ala di akhir ayat ini
mengisyaratkan satu
faidah yang penting
untuk direnungkan,
yaitu keterikatan antara
meneladani sunnah Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dengan kesempurnaan
iman kepada Allah dan
hari akhir, yang ini
berarti bahwa
semangat dan
kesungguhan seorang muslim untuk
meneladani sunnah
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam merupakan pertanda
kesempurnaan
imannya. Syaikh Abdurrahman
as-Sa'di ketika menjelaskan makna
ayat di atas berkata,
"Teladan yang baik (pada diri Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam) ini, yang akan
mendapatkan taufik
(dari Allah Subhanahu
wa Ta'ala) untuk mengikutinya hanyalah
orang-orang yang
mengharapkan
(rahmat) Allah dan
(balasan kebaikan) di
hari akhir. Karena (kesempurnaan) iman,
ketakutan pada Allah,
serta pengharapan
balasan kebaikan dan
ketakutan akan siksaan
Allah, inilah yang memotivasi seseorang
untuk meneladani
(sunnah) Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam."[17] Penutup Dari keterangan di atas,
jelaslah bagi kita makna
mencintai sunnah
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam yang sebenarnya, dan
jelaslah besarnya
keutamaan dan
kemuliaan mengikuti
sunnah beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka mestinya,
seorang muslim yang
mengaku mencintai
Rasululah shallallahu
'alaihi wa sallam, terlebih lagi yang
mengaku sebagai
Ahlus Sunnah wal
Jama'ah, adalah orang yang paling semangat
dalam mempelajari dan
menerapkan sunnah
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dalam sikap dan tingkah
lakunya. Khususnya, di
zaman sekarang ketika
sunnah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi asing
dan jarang diamalkan di
tengah-tengah kaum
muslimin sendiri.
Karena, seorang
muslim yang mengamalkan satu
sunnah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam yang telah
dilupakan, dia akan
mendapatkan dua
keutamaan (pahala)
sekaligus, yaitu
keutamaan mengamalkan sunnah
itu sendiri dan
keutamaan
menghidupkannya di
tengah-tengah manusia
yang telah melupakannya. Syaikh Muhammad bih
Shalih al-'Utsaimin berkata,
"Sesungguhnya, sunnah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam jika semakin
dilupakan, maka
(keutamaan)
mengamalkannya pun
semakan kuat (besar),
karena (orang yang mengamalkannya)
akan mendapatkan
keutamaan
mengamalkan (sunnah
itu sendiri) dan
(keutamaan) menyebarkan
(menghidupkan)
sunnah dikalangan
manusia."[18] Sebagai penutup,
marilah kita camkan
bersama nasihat Imam
al-Khatiib al-Baghdadi [19] berikut ini, "Seyogyanya para penuntut ilmu hadits
(pengikut manhaj Ahlus
Sunnah wal Jama 'ah), (berusaha untuk)
membedakan dirinya
dari kebiasaan orang-
orang awam dalam
semua urusan (tingkah
laku dan sikap)nya, dengan (berusaha)
mengamalkan petunjuk
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam semaksimal mungkin,
dan membiasakan
dirinya mengamalkan
sunnah-sunnah beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam, karena
sesungguhnya Allah
Subhanahu wa Ta 'ala berfirman, ْدَقَل َناَك ْمُكَل يِف ِلوُسَر
ِهَّللا ٌةَوْسُأ ٌةَنَسَح "Sesungguhnya, telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri
teladan yang baik
bagimu." (Qs. al- Ahzaab: 21).ىلصو هللا ملسو كرابو ىلع انيبن دمحم هلآو
هبحصو نيعمجأ ، رخآو اناوعد نأ دمحلا هلل بر
نيملاعلا Kota Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam, 15 Jumadal ula 1430 H Penulis: Ustadz Abdullah
Taslim, M.A Artikel www.muslim.or.id [1] Lihat kitab "Taujiihun Nazhar
Ila Ushuulil
Atsar " (1/40). [2] HSR. Muslim (no. 746). [3] Lihat keterangan Imam an-Nawawi
dalam kitab "Syarh Shahih Muslim" (6/26). [4] Kitab "Ushuulus Sunnah"
(hal. 3). [5] Lihat kitab "Jaami'ul Uluumi wal Hikam " (hal. 321). [6]
Beliau adalah imam panutan umat, Hasan
bin 'Ali bin Khalaf al- Barbahari al-Bagdadi
(wafat 328 H), biografi
beliau dalam kitab
"Siyaru A 'laamin Nubala'" (15/90). [7] Kitab "Syarhus Sunnah" (hal.
59). [8] Tafsir Ibnu Katsir (1/477). [9] Kitab "Asy-Syifa Bita'riifi
Huquuqil Mushthafa " (2/24). [10] Semua perbuatan yang diada-adakan
dengan tujuan untuk
mendekatkan diri
kepada Allah, yang
tidak dicontohkan oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. [11] Lihat kitab "Mahabbatur
Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam Bainal Ittibaa' Wal Ibtidaa'"
(hal. 65-71). [12] HSR. al-Bukhari (no. 3261). [13] HR. at-Tirmidzi
(5/90) dan Ahmad
(3/132), dinyatakan
shahih oleh at-Tirmidzi
dan Syaikh al-Albani. [14] Kitab "Istinyaaqu Nasiimil Unsi Min
Nafahaati Riyaadhil
Qudsi" (hal. 34-35. [15] Lihat keterangan Syaikh Abdurrahman
as-Sa'di dalam tafsir beliau (hal. 481). [16] Tafsir Ibnu Katsir
(3/626). [17] Kitab "Taisiirul Kariimir Rahmaan " (hal. 481). [18]
Kitab "Manaasikul Hajji wal 'Umrah" (hal. 92). [19] Dalam kitab beliau
"Al-Jaami ' Li Akhlaaqir Raawi wa Aadaabis
Saami'" (1/215). Anda diperkenankan
untuk menyebarkan,
re-publikasi, copy-paste
atau mencetak artikel
yang ada di
muslim.or.id dengan menyertakan
muslim.or.id sebagai
sumber artikel Belum ada komentar Ingin Berkomentar? Perhatikan adab
berikut! Diriwayatkan dari Abu
Hurairah
Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, yang
artinya:
"Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada
tiga perkara dan
membenci kalian pada
tiga perkara pula.
Allah meridhai kalian
bila kalian: (1) Hanya beribadah
kepada Allah semata,
(2) Dan tidak
mempersekutukan-
Nya, (3) Serta
berpegang teguh pada tali (agama) Allah
seluruhnya, dan
janganlah kalian
berpecah belah
Dan Allah membenci
kalian bila kalian: (1) Suka qiila wa qaala
(berkata tanpa dasar),
(2) Banyak bertanya
(yang tidak berfaedah),
(3) Menyia-nyiakan
harta" (HR. Muslim no. 1715)


--
‎ ‎مصباح

http://www.facebook.com/abah.misbah?ref=profile#/group.php?gid=187256475997&ref=mf,
Http://nandang-MisbaH.blogspot.com,
http://sv-se.facebook.com/people/Nandang_Misbah/1297993210,
http://www.teladan.org/misbah/weblog,
http://profiles.friendster.com/56013272,
http://www.flickr.com/people/55246387@N00,
http://tagged.com/nandang_misbah
وَٱللَّهُ يَدعُواْ إِلَى دَارِ ٱلسَّلَـمِ وَيَہدِى مَن يَشَاءُ إِلَى
صِرَطٍ مُّستَقِيم

Komentar
0 Komentar

0 komentar:

Post a Comment

.
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More